banner 728x250

BANGUNAN DASAR HUKUM MENURUT THOMAS AQUINAS (KAJIAN FILSAFAT HUKUM) BAGIAN 5

banner 468x60

BANGUNAN DASAR HUKUM

MENURUT THOMAS AQUINAS

( KAJIAN FILSAFAT HUKUM )

Oleh : Sonny Williams
BAGIAN 5

Contoh / Macam Asas Hukum :
1. Para pihak harus didengar.
2. Perkara yang sama atau sejenis tidak boleh disidangkan untuk kedua kalinya.
3. Tiada seorangpun dapat dihukum oleh sebab apa yang dipikirkannya.
4. Setiap orang diperlakukan sama di depan hukum.
5. Putusan pengadilan bersifat inkracht (berlaku hukum tetap).
6. Seseorang tidak dapat dituntut lagi ketika sudah ada putusan hukum yang bersifat inkracht.
7. Semua ketentuan pidana dalam undang-undang tidak boleh berlaku surut (non-retroaktif) dst.

Contoh / macam asas hukum di atas adalah hasil penjabaran dari hukum positif yang semuanya berakar pada hukum kodrat manusia sebagai person atau bagian dari sebuah kelompok / negara. Asas hukum yang telah disepakati adalah pertama-tama mengedepankan kodrat individu (manusia) dimana didalamnya terkandung akal budi dan kehendak bebasnya sesuai dengan hukum Abadi (Hukum Allah). Jika asas hukum bertentangan dengan hukum kodrat maka asas hukum itu bukanlah asas hukum dalam arti yang sebenarnya dan sekaligus tidak sesuai dengan hukum Abadi.

Sumber asas hukum adalah kodrati manusia (hukum kodrat). Setiap produk hukum harus sesuai dengan asas hukum sejauh menomorsatukan kodrati manusia (individu). Kebenaran produk hukum ketika tidak bertentangan atau melanggar asas hukum. Dan kebenaran asas hukum ketika tidak bertentangan atau tidak melanggar kodrati manusia (hukum kodrati). Jadi sumber produk dan asas hukum adalah hukum kodrat yang telah diturunkan dari hukum Abadi.

Setiap penegak hukum harus dapat melaksanakan segala ketentuan hukum sesuai dengan asas hukum yang berlaku. Setiap pemimpin atau pejabat negara harus mentaati hukum yang berlaku. Ketaatan seorang penegak hukum / pemimpin / pejabat negara terhadap hukum adalah ketaatan pada hukum kodrat yang setara dengan hukum Abadi. Jika salah satu dari pejabat negara telah terbukti melakukan korupsi dan mendapatkan sanksi hukum pidana (penjara) lantas apakah diperbolehkan sesudahnya ia dapat mencalonkan diri kembali ?

Dari sudut pandang hukum kodrat, seorang mantan koruptor yang sudah menjalani sanksi hukum pidana (penjara) bisa saja untuk kembali mencalonkan diri sebagai Caleg atau jabatan strategis apapun. Mengapa? Karena mantan koruptor secara kodrati memiliki hak untuk dipilih dan memilih. Tidak ada seorangpun yang bisa melarang, menghalangi bahkan mencabut hak kodrati manusianya. Sebaliknya dari sudut pandang hukum positif yang sifatnya mengatur dan membatasi atas dasar pertimbangan moral dan kebaikan umum, seorang mantan koruptor (ex-narapidana) yang mencalonkan kembali sebagai Caleg atau jabatan apapun bisa saja (sah-sah saja) untuk dilarang bahkan dicabut haknya. Mengapa ? karena mantan koruptor telah melakukan pelanggaran terhadap hukum positif dan sekaligus melanggar hukum kodrat dan hukum Abadi.

Hal ini murni dari konteks individu terlepas dari konteks masyarakat atau rakyat yang adalah gudang otoritas politik. Itulah mengapa hukum positif yang bersumber dari hukum kodrat harus pertama-tama mengedepankan individu bukan sekedar hidup bersamanya. Sementara masyarakat / rakyat sangat rentan dengan campur tangan “Penguasa” yang sarat dengan kepentingan. Maka edukasi terhadap masyarakat / rakyat itu tidak ada artinya tanpa ada pengawasan ketat dan sanksi hukum tegas yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum (hakim – jaksa – polisi) terhadap
para “Penguasa” yang bisa campur tangan demi untuk kepentingannya sendiri atau golongannya.
Hal itu sangat cocok / sesuai seperti yang dikatakan oleh filsuf Thomas Aquinas bahwa asas hukum kodrat adalah berpikir dan berkehendak bebas. Namun diharapkan dapat dipertangungjawabkan secara akal sehat menurut norma, moral dan tertib sosial karena bersumber dari hukum Abadi.

Sementara asas dari hukum positif adalah keadilan, kebahagiaan, kebaikan umum. Hukum dikatakan adil jika sesuai dengan ketentuan akal budi / akal sehat manusia (perwujudan hukum kodrat) dan membatasi bahkan mengatasi kodrat non rasional manusia (insting) dan mengabaikan kodrat rasionalnya (akal sehat). Salah satu tugas hukum positif itu adalah membatasi / bertindak tegas terhadap kodrat non rasional manusia demi kebaikan umum.

Fungsi hukum positif mengatur agar tidak terjadi pelanggaran. Hukum kodrat didalam hukum positif hanya sejauh pada kodrat rasional dan tidak mengijinkan kodrat non rasional. Jadi seorang mantan koruptor bisa saja mencalonkan diri kembali menjadi caleg / jabatan apapun namun didalam hukum positif seharusnya tidak mengijinkan setiap pelanggaran demi kebaikan hidup bersama.

KESIMPULAN :
1. Tidak ada kebebasan manusia sepenuhnya (kodrat) didalam hukum positif karena kebebasan penuh manusia hanya ada didalam hukum kodrat.
2. Wilayah hukum kodrat adalah didalam diri manusia sendiri (individu) sebaliknya wilayah hukum positif adalah didalam sosialitas atau bersama.
3. Atas dasar kodrat sosial manusia maka terbentuklah hukum positif.
4. Hukum positif harus mendasarkan diri pada hukum kodrat (sejauh berdasarkan pada perintah akal budi / akal sehat).
5. Hukum kodrat diturunkan dari hukum Abadi maka hukum positif hanya semata-mata untuk kategori norma dan moral.
6. Hubungan hukum kodrat dan hukum positif bersifat timbal balik. Hukum kodrat melandasi hukum positif dan hukum positif mengatur hukum kodrat.
7. Melanggar hukum positif adalah melanggar hukum kodrat dan hukum Abadi.
8. Mengijinkan pelanggaran terjadi adalah merongrong hukum positif itu sendiri.
9. Hukum positif tidak menghilangkan hak asasi manusia (kodrat) dalam wilayah individu dan sosial (sejauh tidak melanggar).
10. Hak dipiih dan memilih dalam wilayah hukum kodrat seharusnya dilarang ( bila terjadi pelanggaran karena didalam hukum positif tidak mengijinkan pelanggaran.

(Selesai)