banner 728x250

Mengenal Tradisi Lokal Pitulikuran Agung untuk Menyambut Hari Idul Fitri di Sumokali Sidoarjo 

banner 468x60

Sidoarjo || gayortinews.com – Di desa Sumokali Kecamatan Candi, ada sebuah tradisi unik yang sudah berlangsung secara turun temurun. Tradisi itu namanya Pitulikuran Agung.

Pitulikuran Agung merupakan tradisi dalam bentuk kearifan lokal yang diperingati masyarakat desa Sumokali setiap kali memasuki momen sepuluh hari terkhir puasa, tepatnya di malam ke 27 bulan Ramadhan. Beragam kegiatan keagamaan dan pandangan tentang akidah ahlussunnah waljamaah sedikit demi sedikit mulai diajarkan.

 

Tidak hanya warga setempat, puluhan warga dari luar desa turut hadir dalam acara peringatan malam Pitulikuran Agung tersebut. Jemaah yang hadir banyak didominasi oleh kaum hawa atau para janda tua dengan latar belakang berbeda-beda.

 

Dalam tradisi malam Pitulikuran Agung ini, selain diisi dengan kegiatan dzikir bersama juga dilaksanakan kegiatan bhakti sosial dengan membagikan puluhan bahkan sampai ratusan paket sembako kepada para jemaah.

 

Ust. M. Lazim Ibnu Mas’ud selaku perwakilan pengurus jemaah majelis dzikir menuturkan, peringatan malam Pitulikuran Agung berlangsung turun temurun.

 

“Tradisi Pitulikuran Agung mengandung nilai kearifan kosmis hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungan. Karenanya, tradisi ini tidak boleh dihilangkan hingga nanti generasi berikutnya,” tutur Ust. Lazim.

 

“Hal semacam ini sekarang sudah langkah, makanya perlunya dilestarikan, dengan tujuan sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia nikmat yang sudah Tuhan berikan kepada kita,” tambahnya.

 

Lazim menjelaskan, ada sisi paling mengesankan dan menarik dari sejarah lahirnya majelis dzikir ini. Awalnya hanya organisasi kecil dengan identik namanya yang nyentrik, yakni santri mbetik. Semula mereka hanya beranggotakan pemuda pemudi desa setempat.

 

Kemudian, lanjut Lazim, seiring berjalannya waktu organisasi ini berkembang dan berubah namanya menjadi jamiyah dzikir yang mengedepankan nilai-nilai tauhid bersumber dari Alquran dan Hadist Rosulullah SAW, dengan mengamalkan dzikir Asmaul Husnah.

 

“Nah, dari sinilah sejumlah pengurus menggagas agar jamiyah dzikir tersebut diberikan nama, yaitu Mejelis Dzikrul ‘Asyiqiin’ yang memiliki visi misi membangun peradaban generasi anak bangsa yang beraqidah islamiyah dan berakhlak mulia,” sampainya.

 

Disematkannya nama ‘ASYIQIIN’, masih kata Lazim, bermula para pengurus organisasi santri mbethik sowan ke beberapa ulama salaf. Salah satunya adalah Romo KH. Maksum Sono Desa Sidokerto Kecamatan Buduran, pada Jumat 11 April 2008.

 

“Di kediaman Romo Yai Maksum, nama ASYIQIIN tersebut diamanahkan kepada pengurus organisasi santri mbethik, agar menjadi nama majelis dzikir. Yang kemudian pada Jumat, 6 Juni 2008 lalu, bertempat di Pesantren Rodhotul Hasanah desa Sumokali Kecamatan Candi Sidoarjo, lahirlah jamiyah dzikir dengan nama Majelis Dzikrul ‘Asyiqiin,” jelentrenya.(jar)