Mojokerto || gayortinews.com – Seperti ramai diberitakan sebelumnya, puluhan warga Dusun Sawoan Desa Sawo Kutorejo pada Jumat (13/9/2024) telah melakukan aksi dengan melarang Alat Berat/Excavator Merk : KOBELCO Model: SK200-10 Serial Number : YN15431750 yang dioperatori Muhamad Aris (38) memasuki lahan wilayah Desa Sawo.
Muhamad Aris (38), operator alat berat (Bego) CV. RF Bersaudara akhirnya resmi melaporkan 31 orang yang diduga secara terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap dirinya ke Polres Mojokerto pada Senin pagi (14/10/2024).
Saat melapor, Muhamad Aris didampingi oleh para saksi yaitu Ifan Susanto dan Akhiyat.
Aris mengatakan “Saya hari ini resmi melaporkan 31 orang , Saya mencari keadilan.
keterangan Aris Saat saya bekerja
mengoperasikan alat berat (Bego) untuk menata dan memperbaiki jalan, tiba-tiba mereka menyerang saya dan alat berat
dengan lemparan batuan dan batu bata sambil berteriak teriak akan membakar dan membunuh saya apabila tidak menghentikan dan mengembalikan alat berat (Bego) keluar dari Desa Sawo.
Lanjut Aris Mereka juga telah mencekik leher dan pinggang saya, hingga tubuh saya terangkat dari permukaan sekitar 50 cm.
Saya tidak terima diperlakukan begitu , Saya mencari keadilan hari ini, tidak ada maaf bagi mereka.ucapnya
Semoga mereka mendapat hukuman setimpal dengan perbuatannya, “ jelas Muhamad Aris memberikan klarifikasi kepada para awak media bertempat di Halaman Parkir Satreskrim Polres Mojokerto.
Sayangnya, menurut pengakuan Muhamad Aris selaku operator alat berat dan Khoirul Anwar selaku pemilik alat berat dan lahan tersebut aksi tersebut dilakukan secara anarkis dengan cara melempari operator dan alat berat dengan batuan dan batu bata seraya mengancam akan membakar dan membunuh apabila tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Tidak itu saja dalam aksi tersebut diwarnai dengan adanya kekerasan berupa pencekikan leher dan pinggang operator oleh puluhan warga.
Menurut Muhamad Aris, saat kejadian dirinya melakukan kegiatan penataan dan perbaikan jalan milik CV. RF Bersaudara tidak lebih dari itu.
Sementara itu, ditempat terpisah Direktur Eksekutif LBH Djawa Dwipa, Hadi Purwanto, S.T., S.H. menerangkan bahwa memang benar LBH Djawa Dwipa telah mendapatkan kuasa dari Muhamad Aris untuk menangani perkara ini.
Hadi menjelaskan untuk selanjutnya, LBH Djawa Dwipa telah menunjuk Advokat Eko Sodiq Saputro, S.H. untuk memimpin tim kuasa hukum dalam memperjuangkan rasa keadilan bagi Muhamad Aris.
“Tindakan anarkis terhadap operator alat berat yang dilakukan oleh para terlapor dan oknum LSM SRI selaku aktor intelektual dalam kejadian tersebut sudah tidak bisa dimaafkan lagi. Tegasnya.
Bayangkan operator ini bekerja untuk menafkahi anak istrinya, bekerja menggunakan alat berat milik perusahaan, memperbaiki dan menata jalan milik perusahaan sementara perusahaan sendiri sudah memiliki IUP pertambangan.
Operator ini dicekik puluhan orang, diancam dibunuh dan dibakar, dilempari batu.
Indonesia adalah negara hukum, kami berharap pihak kepolisian mampu bertindak tegas dalam perkara ini,” tegas Hadi Purwanto, S.T., S.H. yang merangkap sebagai juru bicara resmi LBH Djawa Dwipa saat diklarifikasi di
kantornya pada Senin siang (14/10/2024).
Masih menurut Hadi, dirinya cukup prihatin dengan aksi anarkis para terlapor. Kalau toh mereka keberataan dengan kegiatan penataan dan perbaikan jalan milik CV. RF Bersaudara, para terlapor bisa melakukan aksi damai sesuai dengan ketentuan peraturan dan hukum yang berlaku di negara ini.
“Namun patut kami sampaikan, bahwa CV. RF Bersaudara telah memiliki IUP pertambangan yang resmi diterbitkan oleh pemerintah, sementara kegiatan yang dilakukan saat itu adalah kegiatan penataan dan perbaikan jalan dilahan milik sendiri dengan menggunakan alat sendiri.
Kenapa harus diadili dengan tindakan kekerasan dan main hakim sendiri,” ungkap Hadi Purwanto.
Sementara itu, Advokat Eko Saputro, S.H. selaku kuasa hukum dalam perkara ini
menegaskan bahwa LBH Djawa Dwipa akan berjuang maksimal memperjuangkan keadilan bagi Muhamad Aris selaku operator alat berat yang menjadi korban dalam perkara ini.
“Tidak ada ruang maaf bagi para terlapor dan oknum LSM SRI. Mereka harus mendapatkan hukuman setimpal dengan perbuatan mereka.
Para terlapor kami jerat dengan Pasal 170 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) dan/atau Pasal 56 ayat (1) KUHP dengan hukuman maksimal pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan,” tegas Advokat Eko Sodiq Saputro, S.H. dengan geram.
Terkait pemberitaan di salah satu media yang menerangkan bahwasanya beberapa warga dan oknum LSM SRI membantah bahwa tidak ada kekerasan dalam aksi tersebut, Advokat Eko dengan tegas menjawab bahwa dirinya tidak terlalu serius menanggapi pendapat itu.
“Kami tidak terlalu serius menanggapi pemberitaan tersebut. Hak setiap orang untuk berpendapat dan kami menghargai itu.
Salah dan benar terkait perkara ini, pembuktiannya nanti di kepolisian. Tetapi kami ingatkan, bahwa apabila berita itu bohong dan menyesatkan ada konsekuensi hukum yang wajib mereka terima.
Dalam waktu yang tidak lama, akan kami laporkan mereka yang telah membuat berita bohong dan menyesatkan dengan jerat pidana sebagaimana dimaksud dalam UU ITE. Silahkan tunggu dan mari kita buktikan, mereka yang benar atau kami yang benar. Tunggu tanggal mainnya,” tantang Advokat Eko Sodiq Saputro.
Sebelumnya diberitakan, Ketua LSM Srikandi (Serikat Konservasi Lingkungan Hidup), Sumartik saat dikonfirmasi membantah jika warga Desa Sawo berbuat anarkis.
Menurutnya, tidak ada warga yang menganiaya operator excavator, bahkan mengancam akan membakar dan membunuh.
“Memang warga Desa Sawoan tidak setuju dengan adanya galian C, mereka kompak. Namun tidak ada warga yang mencekik operator, hanya menyuruhnya untuk pergi,” jelas Sumartik di Cafe Mie Djutek Kota Mojokerto, Rabu (9/10/2024).
Sumartik keberatan jika dirinya dituduh sebagai provokator. Padahal dirinya mengaku tidak ada di lokasi saat kejadian demo warga Sawoan.
“Kulo (saya) dituduh provokator, apa waktu kejadian itu tanya masyarakat kalau saya di sana. Ndak ada saya di sana pak, di sana ndak ada saya sama sekali,” tandas Sumartik.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pihaknya telah mendampingi warga sejak dua tahun lalu. Warga kompak, bahwa tidak boleh ada pengusaha masuk di dusun tersebut.
“Malah sebelum saya mendampingi dua tahun yang lalu, itu sudah gejolak pak di situ. Pokoknya masyarakat kompak, menyala, nggak bisa pengusaha masuk, nggak bisa, saya jamin. Mereka semakin berani, karena punya pengalaman. Mungkin dengan adanya saya dua tahun tutup, lima bulan lalu ada pengusaha berusaha masuk diusir dan keluar,” terang Sumartik.
Sumartik menjelaskan, kejadian bermula pada tanggal 11,12,13 September 2024 ada alat berat masuk malam, selanjutnya keesokan harinya ada masyarakat Dusun Sawoan Kutorejo kabupaten Mojokerto yang telpon dan juga ada beberapa warga yang datang ke rumah.
Atas kejadian tersebut kita melakukan koordinasi dengan pihak Polsek setempat untuk proses pemantauan dan pengamanan dari aparat penegak hukum (APH), akan tetapi setelah di cek dari warga tidak adanya pihak kepolisian yang berjaga.
Lanjutnya, pada hari pertama tanggal 11/9/2024, alat berat di hadang warga sekitar pukul 14.00 WIB, akan tetapi saya ( Sumartik) tidak hadir di lokasi. Menurut informasi dari warga di lokasi ada Wahyu, selaku orang yang ada di proyek galian tersebut dan saat di tanya mengenai surat ijin di jawab perijinan turunnya dari atas.
Pada hari kedua tanggal 12/9/2024, mendapat informasi kembali dan saya (sumartik) berkordinasi dengan pihak kepolisian untuk proses pengamanan dan pemantauan. Sekitar pukul 14.00 WIB alat berat sudah mundur.
Pada hari ke tiga tanggal 13/9/2024 terjadi gejolak lagi karena warga sekitar tidak mau lingkungannya di rusak karena buat makan buat anak cucu. Atas desakan warga tersebut saya (sumartik) datang ke lokasi kejadian dan terlihat warga masih berkumpul serta alat berat sudah minggir.
“Coba kita dikatakan demo, kita bukan demo kita juga bukan memulai karena di sini saya sebagai pendamping saja, semua aksi itu merupakan spontanitas dari warga untuk mencegah atau menghadang,” jelasnya.
Disinggung mengenai bukti penunjang adanya pelaporan Pendampingan oleh warga Sumartik mengungkapkan tidak ada karena semua dari lisan atau omongan saja, akan tetapi kita punya surat kuasa yang dibuat dua tahun lalu sebelum kejadian ini kita sudah mengantisipasi buat pembaharuan surat kuasa.
“Atas kejadian ini kami berharap kedepannya pihak APH dan dinas terkait untuk ijin tambang galian ilegal harus di perhatikan dampak AMDAL dan terutama sosialisasi terhadap warga sekitar,” ungkapnya. (Red)